Masyarakat menilai kejadian tersebut sangat melukai nurani publik. Terlebih lagi, proyek pembangunan itu bukan proyek swadaya, melainkan proyek beranggaran resmi yang seharusnya menyediakan tenaga kerja profesional—bukan memanfaatkan tenaga anak-anak.
“Ini benar-benar menyakitkan. Anak-anak seharusnya belajar, bukan jadi buruh angkut,” ungkap seorang warga dengan nada kecewa.
Beberapa orang tua siswa juga mengaku kaget dan tidak menyangka bahwa sekolah—institusi yang seharusnya menjadi ruang aman—justru diduga membiarkan anak-anak terlibat dalam aktivitas yang membahayakan keselamatan mereka.
Sekolah dan Guru Jadi Sorotan Publik
Para guru serta pihak sekolah kini berada dalam sorotan tajam masyarakat. Publik mempertanyakan bagaimana pengawasan bisa sedemikian longgar hingga diduga memberi ruang bagi anak-anak terjun ke pekerjaan fisik di tengah proyek konstruksi.
Pemerhati pendidikan dan perlindungan anak turut menyampaikan keprihatinannya.
“Anak-anak bukan tenaga kerja. Mereka adalah generasi yang harus dijaga martabat dan keselamatannya. Melibatkan mereka dalam pekerjaan proyek sangat tidak manusiawi,” tegas Saron Telaumbanua.
Papan Anggaran Proyek Tidak Terpasang
Situasi kian memunculkan tanda tanya karena masyarakat menemukan bahwa papan anggaran proyek tidak terpasang di lokasi pembangunan. Kondisi ini memperkuat desakan agar dinas terkait segera melakukan penelusuran dan memberikan penjelasan terbuka.
Kepala Sekolah Masih Bungkam
Hingga berita ini ditayangkan, Kepala Sekolah SD Negeri 078533 Hoya Ambukha masih belum memberikan keterangan resmi. Upaya konfirmasi yang dilakukan awak media tidak mendapatkan respons.
Masyarakat kini menunggu sikap dan pernyataan dari pihak sekolah, Dinas Pendidikan, serta pelaksana proyek. Satu hal yang jelas, dugaan pelibatan anak dalam pekerjaan proyek ini telah meninggalkan kekecewaan mendalam dan menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap perlindungan anak di lingkungan pendidikan.
(Saron. T)